Saturday, November 27, 2010

Dari Abjad Direnda Kata

Kata-kata adalah kerdip fikir dan bisik tafsir; kata-kata juga adalah titian seni ke ilmu murni. Makanya, mengapa harus gopoh berlari, meninggal atau tertinggal pesan yang sakti? Mengapa tidak cuba sabar dan tekun berhenti, khusyuk meneliti, daripada hanya melihat (atau terlihat) imbas pepohon, kabus jendela atau kelibat insan!

A. Samad Said

Monday, May 31, 2010

dendang dosa

sepi yang datang bukan tiba-tiba
ia pernah lalu cuma waktu ini singgah seketika
menjenguk aku yang resah tanpa kata
sedang bergelandangan sarat duka
mendulang hati pilih rasa

aku mencari pelangi yang tumbuh
membelah bening petang
usai gerimis
aku menokhtahkan pilu di hujung jari
membelah jiwa dengan sebuah puisi

aku berdendang lara meneguk derita mencari cahaya
tuhan ingin aku berbisik
hinanya aku di bawah bayangmu
tuhan mahu aku tangis segala daki hitam
yang berkeladak nun dalam batinku

tuhan berikan aku sayap
terbangkan aku menyentuhi zat mu
tuhan turunkan redhamu
jadi benang kumohon berpaut

denai ini kuredah juga
di depan hanya ada kelip-kelip sebagai teman
indah berkedip cahayanya bukan penyuluh malam
dengan gerak hati laluan gelap sekadar suram
cukuplah, aku syukur belum tersasar jauh atau rebah jatuh cenuram

suezz arhej
desa aman, pantai dalam, kuala lumpur
larut malam 31 mei 2010

ekspresi hiba

jika hati bisa bicara
dan luahnya didengari
alam jadi saksi dan malam jadi pun menghakimi
aku yang didakap sebuah hipnosis

puin-puin dosa jatuh dan merayap ke muka
melakarkan ekspresi sebuah hiba luka
lantas jernih mutiara gugur dari tangkainya
mampu ia jadi banjir ranapkan kota cinta

menjadi diri mencari erti ku menagih janji
biar runtuh langit biar hancur bumi
masih aku teguh menjunjung kasih
lumatkan diri yang bersalut daki

tragedi ini bukan kukesali
malah tak pernah kubermimpi
untuk jauh sesaat dari hakiki
kau tetap dewa hati yang enggan dikhianati
merusuh aku mengejar pelangi
yang indah seketika
sedangkan bertahun ramai menanti


Suez Arhej
Chan sow lin
7.32 pm 31 Mei 2010


ends

Friday, May 14, 2010

Tinta Buat Guru

Jari ini tak mungkin berbicara
Jika hati tak punya kepala
Jika perut kelaparan tanpa ilmu
Atau jiwa tercampak ke daerah dungu

Jasadku bukan si genius alam
Pandai mencipta menara dunia
Atau ke langit memetik bintang
bukan juga si putar alam

Kakiku bertapak di tanah pusaka
Warisan moyang tinggalan zaman
Biarlah batu yang menjadi hujan
Emas sembarangan bukan dambaan

Akulah antara manusia itu
Yang terdidik dari ilmumu
Cuma secangkir kubawa pulang
Sebagai bekal di hari depan

Ketika emosi menggauli rasa
Detik yang tiba memunggah segala
Lalu bernostalgik berteman karangan jiwa
Terciptakan khas buat semua wahai pendeta

Ketika puin puin kenangan balik keriangan
Kerongkong yang lama bergumam menjadi lapang
Dalam kembara yang mengusung pesan
Aku titipkan tinta buat kalian

Atas khidmat yang kekal di ingatan
Doa dan sanjung hormat sejahteralah berkekalan
Hari Guru ini sekadar penghargaan
Mahal darjat kalian tiada bayaran


Dari meja empat persegi:
Jalan Lima di Jalan Chan Sow Lin

Monday, May 3, 2010

hati disayat

sungguh luluh dan lebur jiwa ini
tika embun jernih gugur dari kelopak wanita itu
dialah sang wanita pemilik rahim
tempat ku mula mencari hidup

aku tahu bukan sekali ini sahaja
malah ku kira tangismu sudah melimpah jadi laut
aku tandus kata untuk berperi tentang dikau
aku sangat sedih dan hati ini bagai disayat belati tumpul

Saturday, June 20, 2009

aku mahu jadi biduan

aku mahu biduan
itu kata hati seketika rindu kepadanya datang bertamu
aku mahu jadi biduan
tapi aku tiada suara
getarnya cuma di lubuk katarsis
nun jauh di dasar jiwa

aku mahu biduan
tapi lidahku kelu tiada diksi
rasa yang mahu aku dendangkan
hanya bermain di hujung jari
hanya menari di litar huruf

akulah biduan itu
biduan yang punya rasa
tapi kelu kala bicara
biduan yang hatinya menangis saban ketika
biduan yang hatinya rapuh bagaikan kaca
biduan yang selalu ingin dimanja
akulah biduan itu
biduan tanpa suara

Thursday, June 11, 2009

panggilan untuk ayah...

ketika matahari petang 31 Mei 2009 sedang condong ke barat
dia ayahku hanya bertemankan anak bongsunya yang masih belum dewasa

dadanya ditusuk sembilu yang entah dari mana
sakitnya terbakar ke segenap rasa
ketika itu
tubuh gagahnya menjadi longlai
dan peluh menjadi banjir di setiap roma kulitnya
dia ayahku sedang nazak
sedang berjuang menyedut dan menghembus nafas terakhir

kata ibuku
waktu itu
dia baru kembali dari hospital kerna mengadap doktor atas urusan sakit yang sukar sembuh
tapi sudah takdir tuhan yang menemukan mereka
39 tahun mereka bersama dalam suka dan duka
dan 31 mei 2009 mereka juga bersama
dalam resah yang singkat

39 tahun dulu
ayahku yang melafazkan akad
menerima ibuku sebagai isterinya
tapi pada 31 mei 2009
ibuku yang melafazkan syahadat
mengajak ayahku menyebut kalimah Allah
hanya Allah
Ya Allah!
itu lafaz terakhir dari bibir ayah
tanpa sempat berpesan
tanpa kata selamat tinggal
dia menyahut panggilan Allah
panggilan untuk kembali ke tempat asalnya
itu kata ibuku
seorang isteri yang terputus hubungan dunia dengan suaminya

ketika itu aku masih di tengah kota
santaiku dikejutkan satu panggilan
'pulang segera! ayahmu pengsan!'
cukup....
bagiku itu satu petunjuk
seumur hidupku di rantauan
itulah kali pertama panggilan sebegitu datang dari kampung
saki peningnya, jatuh, demam atau lelah
tidak pernah singgah ke telinga aku
kecuali aku yang menanyakan khabar

ayah...ibu...
anak-anakmu ini jahil
ampunkan kami
anakmu yang ini juga alpa
kerana air mata tak bisa kembalikan waktu lalu

bergesa pulang ke kampung
aku membawa harapan yang tipis
mengharap masih ada senyum di bibirnya untukku
untuk cucunya
untuk menantunya
sedangkan aku tahu harapan itu kosong isinya

beratus kilometer
berjam-jam tangisan mengisi perjalanan
yang sempat kujamah
hanya tapak kakinya yang dingin
hanya tubuh kakunya sempat kupeluk
dan wajahnya senyum seolah damai menanti kepulangan anak-anak
untuk jadi pengiring perjalanan terakhirnya
ke lembah yang abadi
Al-Fatihah untukmu ayahku...

aku pilu atas hilangnya kelibat seorang ayah
aku pilu mengenangkan ibu yang sendirian tidurnya
aku pilu melihat masa depan adik yang masih dahagakan kasih ayah
bilakah kepiluan ini akan terhapus
Ya Allah...berikan aku kekuatan
seperti mana Kau berikan kekuatan itu kepada ibuku...
pinjamkan aku semangat itu
untuk gagah menempuh esok...