Saturday, June 20, 2009

aku mahu jadi biduan

aku mahu biduan
itu kata hati seketika rindu kepadanya datang bertamu
aku mahu jadi biduan
tapi aku tiada suara
getarnya cuma di lubuk katarsis
nun jauh di dasar jiwa

aku mahu biduan
tapi lidahku kelu tiada diksi
rasa yang mahu aku dendangkan
hanya bermain di hujung jari
hanya menari di litar huruf

akulah biduan itu
biduan yang punya rasa
tapi kelu kala bicara
biduan yang hatinya menangis saban ketika
biduan yang hatinya rapuh bagaikan kaca
biduan yang selalu ingin dimanja
akulah biduan itu
biduan tanpa suara

Thursday, June 11, 2009

panggilan untuk ayah...

ketika matahari petang 31 Mei 2009 sedang condong ke barat
dia ayahku hanya bertemankan anak bongsunya yang masih belum dewasa

dadanya ditusuk sembilu yang entah dari mana
sakitnya terbakar ke segenap rasa
ketika itu
tubuh gagahnya menjadi longlai
dan peluh menjadi banjir di setiap roma kulitnya
dia ayahku sedang nazak
sedang berjuang menyedut dan menghembus nafas terakhir

kata ibuku
waktu itu
dia baru kembali dari hospital kerna mengadap doktor atas urusan sakit yang sukar sembuh
tapi sudah takdir tuhan yang menemukan mereka
39 tahun mereka bersama dalam suka dan duka
dan 31 mei 2009 mereka juga bersama
dalam resah yang singkat

39 tahun dulu
ayahku yang melafazkan akad
menerima ibuku sebagai isterinya
tapi pada 31 mei 2009
ibuku yang melafazkan syahadat
mengajak ayahku menyebut kalimah Allah
hanya Allah
Ya Allah!
itu lafaz terakhir dari bibir ayah
tanpa sempat berpesan
tanpa kata selamat tinggal
dia menyahut panggilan Allah
panggilan untuk kembali ke tempat asalnya
itu kata ibuku
seorang isteri yang terputus hubungan dunia dengan suaminya

ketika itu aku masih di tengah kota
santaiku dikejutkan satu panggilan
'pulang segera! ayahmu pengsan!'
cukup....
bagiku itu satu petunjuk
seumur hidupku di rantauan
itulah kali pertama panggilan sebegitu datang dari kampung
saki peningnya, jatuh, demam atau lelah
tidak pernah singgah ke telinga aku
kecuali aku yang menanyakan khabar

ayah...ibu...
anak-anakmu ini jahil
ampunkan kami
anakmu yang ini juga alpa
kerana air mata tak bisa kembalikan waktu lalu

bergesa pulang ke kampung
aku membawa harapan yang tipis
mengharap masih ada senyum di bibirnya untukku
untuk cucunya
untuk menantunya
sedangkan aku tahu harapan itu kosong isinya

beratus kilometer
berjam-jam tangisan mengisi perjalanan
yang sempat kujamah
hanya tapak kakinya yang dingin
hanya tubuh kakunya sempat kupeluk
dan wajahnya senyum seolah damai menanti kepulangan anak-anak
untuk jadi pengiring perjalanan terakhirnya
ke lembah yang abadi
Al-Fatihah untukmu ayahku...

aku pilu atas hilangnya kelibat seorang ayah
aku pilu mengenangkan ibu yang sendirian tidurnya
aku pilu melihat masa depan adik yang masih dahagakan kasih ayah
bilakah kepiluan ini akan terhapus
Ya Allah...berikan aku kekuatan
seperti mana Kau berikan kekuatan itu kepada ibuku...
pinjamkan aku semangat itu
untuk gagah menempuh esok...